HUKUM ACARA PERDATA Fungsi,Tujuan dan Sumber-sumber Hukum Acara Perdata

Apakah Hukum Acara Perdata (Adjective Law) Itu? 



 Hukum Acara Perdata adalah Peraturanperaturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan atau di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.

2. Prof Dr Sudikno Mertokusumo

 Hukum Acara Perdata adalah peraturanperaturan yang mengatur bagaimana cara ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraaan hakim. Dkl: peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum materiil. Lebih konkrit lagi: hukum Acara Perdata mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskannya dan pelaksanaan dari putusan.

3. Prof Dr Soepomo 

Tidak memberikan batasan secara tegas melainkan menghubungkan tugas hakim, menjelaskan bahwa dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (―burgerlijke rechtsorde‖), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.

4. Laporan Hasil Simposium 

Pembaharuan Hukum Acara Perdata Nasional yang diselenggarakan oleh BPHN DEP KEH tgl 21-23 Desember 1981 di Yogyakarta: Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditegakkannya atau dipertahankannya hukum perdata materiil. 




Apakah Fungsi dan Tujuan dari Hukum Acara Perdata ?


 Fungsi: Mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata materiil, artinya hukum perdata materiil itu dipertahankan oleh alat-alat penegak hukum berdasar hukum acara perdata. 

Tujuan: Untuk merealisir pelaksanaan dari hukum perdata materiil.


Sumber-sumber Hukum Acara Perdata 


1. UU Dart No. 1 Tahun 1951 pada Pasal 5 ayat (1): Hukum Acara Pengadilan Negeri dilakukan dengan mempertahankan ketentuan UUDart tsb menurut peraturan-peraturan RI dahulu yang telah ada dan berlaku untuk PN dalam daerah RI dahulu. Maksud dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Dart 1951: 

a. Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) arau Reglemen Indonesia yang diperbaharui S. 1848 No. 16 dan S 1941 No. 44  Jawa dan Madura
 b. Rechsreglemen Buitengewesten (Rbg) Rbg atau reglemen daerah seberang  S. 1927 No. 227)  Luar Jawa dan Madura.

 2. Burgelijk Wetboek (BW)/KHUPerdata Buku ke IV tentang Pembuktian dan daluwarsa (Pasal 1865 s/d 1993).


3. Peraturan Perundang-undangan yang relevan, al: a. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. b. UU No. 14 Tahun 1985 jis UU No. 5 Tahun 2005 Perubahan atas UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, UU No.3 Tahun 2009 c. UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo UU No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. UU No. 49/2009. d. UU No. 20 Tahun 1947 tentqng Pengadilan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura. Sedang untuk Luar Jawa dan Madura  Rbg Pasal 199 s/d 205. 

4. Yurisprodensi. 
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang sama. Yurisprudensi lahir karena adanya peraturan perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya, sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Yurisprudensi paling terkenal, yang kerap dijadikan contoh adalah yurisprudensi mengenai pencurian arus listrik.

Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan melaksanakan berbagai macam penafsiran, misalnya:

Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran berdasarkan arti kata.
Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya undang-undang.
Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang.
Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakekat tujuan undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang itu sendiri
5. Perjanjian Internasional. Misalnya Perjanjian Kerjasama di Bidang Peradilan antara RI dengan Kerajaan Thailand Kepres No 6 Tahun 1978. 6. Doktrin. 7. Instruksi, Surat Edaran dan Peraturan Mahkamah Agung.

6. Doktrin. 

7. Instruksi, Surat Edaran dan Peraturan Mahkamah Agung.


Asas-asas Hukum Acara Perdata 
1. Hakim bersifat menunggu 
2. Hakim bersikap pasif.
 3. Sidang terbuka untuk umum. 
4. Mendengar kedua belah pihak. 
5. Beracara itu dikenakan biaya. 
6. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan. 
7. Terikatnya hakim pada alat pembuktian.
 8. Putusan Hakim harus disertai alasanalasan. 

1. Hakim Bersifat Menunggu 

 Inisiatif berperkara di pengadilan oleh pihak yang berkepentingan. 
 Hakim tidak mencari perkara. 
 Tidak ada tuntutan hak tidak ada hakim (Nemo yudex sine actor). 
 Hakim membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatn dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (pasal 4 (2) UU No. 48/2009). 
 Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan, dengan alasan karena tidak ada pertauran hknya melainkan ia harus memeriksa dan mengadilinya (pasal 10 (1) UU no 48/2009).larangan tsb ada anggapan bahwa hakim tahu akan hknya (ius curia novit).

2. Hakim bersikap pasif 

 Ruang lingkup perkara ditentukan para pihak. 
 Hakim tidak boleh mengurangi atau menambah perkara. Hakim sebagai pimpinan sidang harus aktif. Mis; menemukan hukum (ps. 5 (1) UU No. 48/2009); mendamaikan para pihak (Ps. 10 (2) UU No. 48/2009).

3. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum.

 Diatur:
 UU No. 48 Tahun 2009 pada Pasal 13 Tujuan: 
menjamin pelaksanaan peradilan yang tidak memihak, adil dan benar dengan meletakan peradilan di bawah pengawasan umum. 
melindungi hak-hak asasi manusia.
Menjamin obyektifitas dalam pemeriksaan atau pemeriksaan dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat. Akibat :putusan yang dibacakan dalam sidang yang tidak terbuka untuk umum adalah -> batal demi hukum, kecuali hal tersebut dicatat dalam Berita acara oleh Panitera.

4. Mendengar Kedua Belah Pihak
 
Diatur: 
(a) UU No. 48 Tahun 2009 pada Pasal 4 ayat (1); (b) HIR Psl 184 ayat(1), Psl.319 dan Rbg Psl. 195 dan Psl 618. -Kedua belah pihak harus didengar (―audi et alteram parterm‖) atau ―Eines Mannes Rede ist keines Mennes Rede, man soll sie horen alle beide” (tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya). 

5. Beracara itu dikenakan Biaya. 

Diatur: 
UU No. 48 Tahun 2009: Psl. 2 ayat (4), asas peradilan dilakukan dng sederhana, cepat dan biaya ringan.. 
HIR: Psl. 121 ayat (40, 182, 183 dan Rbg Psl.145 ayat (4), Pasal 192 dan 194. Kecuali bagi mereka yang tidak mampu beracara secara prodeo.(Pasal 68B (2) dan (3) UU No. 49/2009) Asas beracara secara sederhana, cepat dan biaya ringan,dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan dng tidak mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan.

Biaya Perkara 

1. Kepaniteraan 
2. Pemanggilan 
3. Pembewritahuan para pihak 
4. Meterai, menurut uu meterai 
5. Pengacara, jika perlu 6. Ahli bahasa SEMA No. 4/2008 tentang Pemungutan Biaya Perkara. SK Ketua PN Sleman N0. W-13- U2/1448/PA 01 2008 :

 Besarnya biaya pemanggilan dan pemberitahuan serta panjar variatif, tergantung domisili masingmasing kecamatan di Kabupaten Sleman, antara: 

1) Pemanggilan 50.000 – 75.000
 2) Panjar Biaya Perkara Permohonan 109.000 – 159.000 
3) Perkara gugatan 260.000 – 385.000 
4) Uang Panjar Banding :391.000-566.000 
5) Panjar Kasasi :561.000-1.086.000 
6) Panjar PK : 2.911.000-3.080.000 
7) Panjar sita Jaminan: 969.000 
8) Pengangkatan Sita : 469.000 
9) Panjar Biaya Eksekusi tanpa sita: 1.318.000 
10) Panjar pemeriksaan setempat: 250.000 
11) Konsinyasi/consignatie/rekening penitipan barang : 409.000 (KR 3 Juli 2008:4) 6. Tidak ada keh

6. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan 


Diatur: 
HIR Psl. 123 dan Rbg Psl. 147. 
Tidak ada keharusan kepada para pihak untuk mewakilkan pengurusan perkaranya kepada kuasa yang ahli hukum. 
 Pemeriksaan di persidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Jika para pihak menghendaki dapat mewakilkan kepada kuasaanya. 
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak untuk mendapat bantuan hukum (Pasal 68B (1) UU No. 49/2009) Tanpa surat kuasa khusus  Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (Peraturan MA No. 2 Tahun 2002)

7. Putusan Hakim harus disertai alasanalasan. 

Diatur:
 UU No. 48 Tahun 2009 pasal 14 (2) HIR: Psl. 184 ayat(1) dan Psl. 319. Rbg: Psl. 195 dan Psl. 618. Tujuan: Untuk mempertanggungjawabkan putusan hakim tsb kepada masyarakat. Untuk memberi bobot yang obyektif dalam putusan yang bersangkutan. Agar putusan hakim tsb mempunyai wibawa.











ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA

  Hukum Acara Pidana adalah hukum formil yang menjalankan hukum materil dari Hukum Pidana itu sendiri.

Dalam menjalankan hukum acara pidana, ada asas-asas yang digunakan dalam hukum acara pidana.

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita mengenal Hukum Acara Pidana secara singkat


👻




Pengertian Hukum Acara Pidana

Apa itu Hukum Acara Pidana? Untuk menjawabnya mari kita pahami pengertiannya menurut beberapa ahli berikut ini :

Menurut R.Soesilo
Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan huku pidana materiil, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana putusan itu harus dilakukan.


Menurut Prof.Mulyatno
Hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruh hukum yang berlaku di suatu negara yang memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara apa dan prosedur seperti apa, ancaraman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan pidana.

Menurut Dr.Wirjono Prodjodikoro
Hukum acara pidana adalah sederat aturan yang memuat peraturan dan tata cara bagaimana badan-badan pemerintaan berkuasa, seperti pihak polisi, kejaksaan, dan pengadilan wajib mengadakan tindak hukum pidana sebagai tujuan negara.

Asas-asas Hukum Acara Pidana

Dalam menjalankan Hukum acara Pidana tadi, tentunya ada asas-asas yang berlaku, yakni antara lain:

1. Asas Legalitas

Legalitas sendiri berasal dari bahasa latin yakni legal yang artinya sah menurut undang-undang.
Didalam KUHP, pasal 1 ayat (1) tertulis "Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatasn aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan".
Dikarenakan hukum harus berlandaskan asas legalitas, maka semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan ketentan hukum dan undang-undang yang anda, sehingga aparat penegak hukum tidak boleh bertindak diluar ketentuan hukum dan bertindak sewenang-wenang.

2. Asas Perlakuan Yang Sama di Muka Hukum

Istilah kerennya adalah Equality Before The Law.
Asas ini didukung oleh UU Kekuasaan Kehakiman, yakni pasal 4 ayat (1) UU RI No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi
"Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang"
Jadi setiap orang itu diperlakukan secara sama-rata, tidak ada istilah karena dia pejabat tinggi negara jadi lebih diistimewakan, begitu juga sebaliknya. Setiap orang diperlakukan sama di depan hukum.


3. Asas Praduga Tak Bersalah

Dikenal juga dengan istilah Presumtion of innocence.

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan ke muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh hukum tetap. 


Jadi, kalau ada orang menjadi terdakwa, dia tidak boleh dianggap bersalah sampai keluarnya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.


4. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 

Intinya adalah peradilan itu berjalan tidak bertele-tele dan berbelit-belit.
Asas ini juga didukung dalam pasal 50 KUHAP, yang berisi "

ayat (1) Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum
ayat (2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum
ayat (3) Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan"

Kata "segera" diatas menyatakan harus dilakukan dengan cepat.

Selain itu, dalam pasal 67 KUHAP juga tertulis
"Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat."

Hal ini juga menyiratkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan tersebut.


5. Asas Oportunitas

Asas ini memberikan wewenang kepada kejaksaan untuk tidak melakukan penuntutan suatu tindak pidana demi kepentingan umum.
Jadi seorang jaksa boleh tidak menuntut seseorang atau badan hukum walaupun sudah jelas dan didukung alat-alat bukti, namun dengan syarat menyangkut kepentingan umum .
Kenapa demikian?
Jikalau penuntutan tetap dilakukan dan akan menimbulkan kerugian yang lebih besar, maka jaksa boleh tidak melanjutkan perkara tersebut.

Kita dapat melihat dalam pasal 35 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang berisi :

Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:

a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;

b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;

c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; 

d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;

e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;

f. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Lihat huruf c, Jaksa boleh mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
Contoh penerapan asas ini di Indonesia adalah "kasus Bambang Widjojanto"


6. Asas Peradilan Terbuka untuk Umum

Dengan adanya asas ini, diharapkan adanya keterbukaan dalam sidang pengadilan. Namun tidak semua kasus dapat disidangkan secara terbuka untuk umum. Terkhusus untuk kasus kesusilaan dan anak-anak sebagai terdakwa sidang dinyatakan tertutup untuk umum.

Hal ini dapat dilihat dalam pasal 153 ayat (3) KUHAP yang berbunyi :

"Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak."


7. Asas Akusator

Yakni asas yang menempatkan tersangka/terdakwa sebagai subjek dalam setiap tindakan pemeriksaan.
Terdakwa punya hak yang sama nilainya dengan penuntut umum, namun hakim tetap berada diatas keduanya.
Asas ini sendiri tersurat dalam beberapa pasal antara lain :
Pasal 52 : Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim

Pasal 55 : Untuk mendapatkan penasehat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya

Pasal 66 : Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
dengan adanya kebebasan tersangka/terdakwa memberi keterangan dan mendapatkan penasehat hukum, ini menunjukkan KUHAP telah menganut asas akusator.


8. Asas Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum

Tersangka ataupun terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 69-74 KUHAP.
Misalnya isi dari pasal 69 KUHAP :
Penasehat hukum berjak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada smeua tingkat pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
Seorang tersangka ataupun terdakwa berhak mendapat ganti rugi apabila ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili namun tanpa asalan yang jelas, dan juga mendapatkan rehabilitasi apabila diputus bebas atau lepas.
Hal Ganti Rugi dapat dilihat dalam pasal 95 KUHAP yang berisi :
"Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, ditntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan"

Hal Rehabilitasi dapa dilihat dalam pasal 97 KUHAP yang berbunyi :
"Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabia oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai hukum tetap".


9. Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya Tetap

Dalam asas ini dalam pengambilan keputusan untuk menyatakan bersalah atau tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim yang mana jabatannya bersifat tatap. Hakim telah diangkat oleh kepala negara secara tetap.


10. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan

Dalam acara pemeriksaan di pengadilaan, pemeriksaan dilakukan langsung oleh hakim kepada terdakwa dan saksi.
Secara lisan artinya hakim memeriksa secara langsung bukan melalui tulisan.

Hal ini dapat dilihat dalam pasal 153 ayat (2) KUHAP yang berbunyi :
a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi.

b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.

Penemuan Hukum : Pengertian, Kegunaan, dan penemuan hukum dalam sistem indonesia

 PENEMUAN HUKUM Pengantar Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia (seluruh manusia tanpa terkecual...